Clurit
memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, Jawa
Timur. Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak
dahulu kala hingga sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata
khas etnis Madura ini. Saking populernya, clurit kerap diidentikkan dengan
berbagai tindak kriminal. Bahkan celurit juga digunakan oleh massa saat terjadi
kerusuhan maupun demonstrasi di pelosok Nusantara untuk menakuti lawannya.
Boleh jadi,
begitu mendengar kata Madura, dalam benak sebagian orang bakal terbayang alam
yang tandus, wajah yang keras dan perilaku menakutkan. Kesan itu seolah menjadi
benar tatkala muncul kasus-kasus kekerasan yang menggunakan clurit dengan
pelaku utamanya orang Madura.
Kendati
demikian tak semua orang mengetahui sejarah dan proses sebuah clurit itu dibuat
hingga dikenal luas. Di tempat asalnya, clurit pada mulanya hanyalah sebuah
arit. Petani pun kerap menggunakan arit untuk menyabit rumput di ladang dan
membuat pagar rumah. Dalam perkembangannya, arit itu diubah menjadi alat
beladiri yang digunakan oleh rakyat jelata ketika menghadapi musuh.
Clurit adalah alat pertanian yang berfungsi sebagai alat potong yang berbentuk melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun memiliki bentuk yang sama dengan arit /
sabit, Clurit lebih mengacu pada senjata tajam sedangkan Arit atau Sabit cenderung bersifat sebagai alat pertanian.
Clurit merupakan senjata khas dari suku Madura
Provinsi Jawa Timur digunakan sebagai senjata carok. Legenda senjata ini adalah
senjata yang biasa digunakan oleh tokoh yang bernama Sakera yang kontra dengan
dengan penjajah Belanda. Kini senjata clurit sering digunakan masyarakat Madura
untuk carok. Sebelum digunakan clurit diisi dulu dengan asma’ / khodam dengan
cara melafalkan do’a-do’a sebelum melakukan carok.
Carok dan celurit tak bisa dipisahkan. Carok merupakan
simbol kesatria dalam memperjuangkan harga diri ( kehormatan ). Hal ini muncul
di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda abad 18 M.
Celurit digunakan Sakera sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap
penjajah Belanda. Sedangkan bagi Belanda, celurit disimbolkan sebagai senjata
para jagoan dan penjahat. Bahwa kalau ada persoalan, perselingkuhan, perebutan
tanah, dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan dengan jalan carok.
Alasannya adalah demi menjunjung harga diri. Istilahnya, daripada putih mata
lebih baik putih tulang. Artinya, lebih baik mati berkalang tanah daripada
menanggung malu.
Penyelesaian dengan cara carok pasti salah satu ada
yang mati. Oleh karena itu walaupun salah satu khasanah budaya rakyat
Indonesia, Pemerintah tetap menetapkan sebagai pelanggaran hukum.
0 comments:
Post a Comment