A.
Pengertian Khawarij
Secara
bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata
ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang
keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap
sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok
Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
Jadi,
nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih suka
menamakan diri dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual
(mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman
Allah QS. Al-Baqarah : 207. Selain itu, ada juga istilah lain yang
dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan pada
nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya
kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada
hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara
selain Allah).
Secara
historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
“Bid’ah yang pertama muncul dalam
Islam adalah bid’ah Khawarij.”
Kemudian
hadits‑hadits yang berkaitan dengan firaq dan sanadnya benar adalah hadits‑hadits
yang berkaitan dengan Khawarij sedang yang berkaitan dcngan Mu’tazilah dan
Syi’ah atau yang lainnya hanya terdapat dalam Atsar Sahabat atau hadits lemah,
ini menunjukkan begitu besarnya tingkat bahaya Khawarij dan fenomenanya yang
sudah ada pada masa Rasulullah saw. Di samping itu Khawarij masih ada sampai
sekarang baik secara nama maupun sebutan (laqob), secara nama masih terdapat di
daerah Oman dan Afrika Utara sedangkan secara laqob berada di mana‑mana. Hal
seperti inilah yang membuat pembahasan tcntang firqah Khawarij begitu sangat
pentingnya apalagi buku‑buku yang membahas masalah ini masih sangat sedikit,
apalagi Rasulullah saw. menyuruh kita agar berhati‑hati terhadap firqah ini.
B. Awal Mula Munculnya Dasar-Dasar
Pemikiran Khawarij
Sebenarnya
awal mula kemunculan pemikiran khawarij, bermula pada saat masa Rasulullah SAW.
Ketika
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam membagi-bagikan harta rampasan perang di
desa Ju’ronah -pasca perang Hunain- beliau memberikan seratus ekor unta kepada
Aqra’ bin Habis dan Uyainah bin Harits. Beliau juga memberikan kepada beberapa
orang dari tokoh quraisy dan pemuka-pemuka arab lebih banyak dari yang
diberikan kepada yang lainnya. Melihat hal ini, seseorang (yang disebut Dzul
Khuwaisirah) dengan mata melotot dan urat lehernya menggelembung berkata: “Demi
Allah ini adalah pembagian yang tidak adil dan tidak mengharapkan wajah Allah”.
Atau dalam riwayat lain dia mengatakan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam: “Berbuat adillah, karena sesungguhnya engkau belum berbuat adil!”.
Sungguh,
kalimat tersebut bagaikan petir di siang bolong. Pada masa generasi terbaik dan
di hadapan manusia terbaik pula, ada seorang yang berani berbuat lancang dan
menuduh bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak berbuat adil.
Mendengar ucapan ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan wajah yang
memerah bersabda:
“Siapakah
yang akan berbuat adil jika Allah dan rasul-Nya tidak berbuat adil? Semoga
Allah merahmati Musa. Dia disakiti lebih dari pada ini, namun dia bersabar.”
(HR. Bukhari Muslim)
Saat
itu Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu meminta izin untuk membunuhnya, namun
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarangnya. Beliau menghabarkan akan
munculnya dari turunan orang ini kaum reaksioner (khawarij) sebagaimana
disebutkan dalam riwayat berikutnya:
“Sesungguhnya
orang ini dan para pengikutnya, salah seorang di antara kalian akan merasa
kalah shalatnya dibandingkan dengan shalat mereka; puasanya dengan puasa
mereka; mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari buruannya.”
(HR. al-Ajurri, Lihat asy-Syari’ah, hal. 33)
Demikianlah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mensinyalir akan munculnya generasi
semisal Dzul Khuwaisirah -sang munafiq-. Yaitu suatu kaum yang tidak pernah
puas dengan penguasa manapun, menentang penguasanya walaupun sebaik Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam.
Dikatakan
oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa mereka akan keluar dari agama
ini seperti keluarnya anak panah dari buruannya. Yaitu masuk dari satu sisi dan
keluar dari sisi yang lain dengan tidak terlihat bekas-bekas darah maupun
kotorannya, padahal ia telah melewati darah dan kotoran hewan buruan tersebut.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bagus bacaan al-Qur’annya, namun ia tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bagus bacaan al-Qur’annya, namun ia tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca.
“Sesungguhnya
sepeninggalku akan ada dari kaumku, orang yang membaca al-Qur’an tapi tidak
melewati kerongkongan mereka. Mereka akan keluar dari Islam ini
sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya. Kemudian mereka tidak akan
kembali padanya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk.” (HR. Muslim)
Dari
riwayat ini, kita mendapatkan ciri-ciri dari kaum khawarij, yakni mereka dapat
membaca al-Qur’an dengan baik dan indah; tapi tidak memahaminya dengan benar.
Atau dapat memahaminya tapi tidak sampai ke dalam hatinya. Mereka berjalan
hanya dengan hawa nafsu dan emosinya.
Ciri
khas mereka lainnya adalah: “Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan
orang-orang kafir” sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
“Sesungguhnya
akan keluar dari keturunan orang ini satu kaum; yang membaca al-Qur’an, namun
tidak melewati kerongkongannya. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan
para penyembah berhala. Mereka akan keluar dari Islam ini sebagaimana keluarnya
anak panah dari buruannya. Jika sekiranya aku menemui mereka, pasti aku bunuh
mereka seperti terbunuhnya kaum ‘Aad.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagaimana
yang telah mereka lakukan terhadap seorang yang shalih dan keluarganya yaitu Abdullah
–anak dari shahabat Khabbab bin Art radhiallahu ‘anhu. Mereka membantainya,
merobek perut istrinya dan mengeluarkan janinnya. Setelah itu dalam keadaan
pedang masih berlumuran darah, mereka mendatangi kebun kurma milik seorang
Yahudi. Pemilik kebun ketakutan seraya berkata: “Ambillah seluruhnya apa yang
kalian mau!” Pimpinan khawarij itu menjawab dengan arif: “Kami tidak akan
mengambilnya kecuali dengan membayar harganya”. (Lihat al-Milal wan Nihal)
Maka
kelompok ini sungguh sangat membahayakan kaum muslimin, terlepas dari niat
mereka dan kesungguhan mereka dalam beribadah. Mereka menghalalkan darah kaum
muslimin dengan kebodohan. Untuk itu mereka tidak segan-segan melakukan teror,
pembunuhan, pembantaian dan sejenisnya terhadap kaum muslimin sendiri.
Ciri
berikutnya adalah: kebanyakan di antara mereka berusia muda, dan bodoh
pemikirannya karena kurangnya kedewasaan mereka. Mereka hanya mengandalkan
semangat dan emosinya, tanpa dilandasi oleh ilmu dan pertimbangan yang matang.
Sebagaimana yang terdapat dalam riwayat lainnya, ketika Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Akan
keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda umurnya, bodoh pemikirannya.
Mereka berbicara seperti perkataan manusia yang paling baik. Keimanan mereka
tidak melewati kerongkongannya, mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya
anak panah dari buruannya. Di mana saja kalian temui mereka, bunuhlah mereka.
Sesungguhnya membunuh mereka akan mendapatkan pahala pada hari kiamat.” (HR.
Muslim)
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam menjuluki mereka dengan gelaran yang sangat jelek
yaitu “anjing-anjing neraka” sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa bahwa
dia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“ Khawarij adalah anjing-anjing
neraka. “ (HR. Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah dan dishahihkan oleh al-Albani
dalam Dlilalul Jannah)
C. Sejarah Kelahiran Khawarij
Seperti
yang disinggung sebelumnya dalam pendahuluan bahwa Khawarij lahir dari komponen
paling berpangaruh dalam khilafah Ali ra. Yaitu dari tubuh militer pimpinan Ali
ra. sendiri. Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali dan dirasa
sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing. Maka kubu Mu’awiyah ra. yang
merasa akan dikalahkan dalam perang syiffin menawarkan untuk mengakhiri perang
saudara itu dengan “Tahkim dibawah Al-Qur’an”.
Semula
Ali ra. Tidak menyetujui tawaran ini, dengan prinsip bahwa kakuatan hukum
kekhilafahannya sudah jelas dan tidak dapat dipungkiri. Namun sebagian kecil
dari kelompok militer pimpinannya memaksa Ali ra. menerima ajakan kubu
Mu’awiyah ra. Kelompok ini terbukti dapat mempengaruhi pendirian Ali ra. Bahkan
saat keputusan yang diambil Ali ra. Untuk mengutus Abdullah bin Abbas ra.
menghadapi utusan kubu lawannya Amar bin al-Ash dalam tahkim, Ali ra. malah mengalah
pada nama Abu Musa al-Asy’ary yang diajukan kelompok itu menggantikan Abdullah
bin Abbas ra.
Anehnya,
kelompok ini yang sebelumnya memaksa Ali ra. untuk menyetujui tawaran kubu
Mu’awiyah ra. Untuk mengakhiri perseteruannya dengan jalan Tahkim. Pada akhirnya
setelah Tahkim berlalu dengan hasil pengangkatan Mu’awiyah ra. Sebagai khilafah
menggantikan Ali ra. Mereka kemudian menilai dengan sepihak bahwa genjatan
senjata dengan cara Tahkim tidak dapat dibenarkan dan illegal dalam hukum
Islam.
Artinya
menurut mereka, semua kelompok bahkan setiap individu yang telah mengikuti
proses itu telah melanggar ketentuan syara’, karena telah melanggar prinsip
dasar bahwa setiap keputusan berada pada kekuasaan Tuhan (lâ hukma illa
lillâh). (Abu Zahrah: 60)
Dan
sesuai dengan pokok-pokok pemikiran mereka bahwa setiap yang berdosa maka ia
telah kafir, maka mereka menilai bahwa setiap individu yang telah melangar
prinsip tersebut telah kafir, termasuk Ali ra. Sehingga Mereka memaksanya untuk
bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah bertobat karena ikut andil
dalam proses Tahkim. (Abu Zahrah: 60)
Demikian
watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala dan dikenal kelompok paling keras
memegang teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab utama
lahirnya kelompok ini (Syalabi: 333). Khawarij adalah kelompok yang didalamnya
dibentuk oleh mayoritas orang-orang Arab pedalaman (a’râbu al-bâdiyah). Mereka
cenderung primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi rendah,
namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak mendorong mereka untuk
meningkatkan pendapatan. Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat
sebelumnya, yaitu kesederhanaan dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip
dasar kelompoknya.
Walaupun
keikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan fanatisme buta. Dengan komposisi
seperti itu, kelompok ini cenderung sempit wawasan dan keras pendirian. Prinsip
dasar bahwa “tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka tafsirkan secara
dzohir saja. (Abu Zahrah: 63)
Bukan
hanya itu, sebenarnya ada “kepentingan lain” yang mendorong dualisme sifat dari
kelompok ini. Yaitu; kecemburuan atas kepemimpinan golongan Quraisy. Dan pada
saatnya kemudian Khawarij memilih Abdullâh bin Wahab ar-Râsiby yang diluar
golongan Quraisy sebagai khalifah. Bahkan al-Yazidiyah salah satu sekte dalam
Khawarij, menyatakan bahwa Allah sebenarnya juga mengutus seorang Nabi dari
golongan Ajam (diluar golongan Arab) yang kemudian menghapus Syari’at Nabi
Muhammad SAW. (Abu Zahrah: 63-64).
Nama
khawarij diberikan pada kelompok ini karena mereka dengan sengaja keluar dari
barisan Ali ra. dan tidak mendukung barisan Mu’awiyah ra. namun dari mereka
menganggap bahwa nama itu berasal dari kata dasar kharaja yang terdapat pada
QS: 4, 100. yang merujuk pada seseorang yang keluar dari rumahnya untuk hijrah
di jalan Allah dan Rasul-Nya (Nasution: 13). Selanjutnya mereka juga menyebut
kelompoknya sebagai Syurah yang berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana
disebutkan dalam QS: 2, 207. tentang seseorang yang menjual dirinya untuk mendapatkan
ridlo Allah (Nasution: 13, Syalabi: 309). Selain itu mereka juga disebut
“Haruriyah” yang merujuk pada “Harurah’ sebuah tempat di pinggiran sungai Furat
dekat kota Riqqah. Ditempat ini mereka memisahkan diri dari barisan pasukan Ali
ra. saat pulang dari perang Syiffin.
Kelompok ini juga dikenal sebagai
kelompok “Muhakkimah”. Sebagai kelompok dengan prinsip dasar “lâ hukma illa
lillâh”. (Syalabi: 309).
D. Latar Belakang Ekstremitas
Khawarij
Seperti
yang sudah diungkap di atas, Khawarij memiliki pemikiran dan sikap yag ekstrem,
keras, radikal dan cederung kejam. Misalnya mereka menilai ‘Ali ibn Abi Thalib
salah karena menyetujui dan kesalahan itu membuat ‘Ali menjadi kafir. Mereka
memaksa ‘Ali mengakui kesalahan dan kekufurannya untuk kemudian bertaubat.
Begitu ‘Ali menolak pandangan mereka walaupun dengan mengemukakan argumentasi,
mereka menyatakkan keluar dari pasukan ‘Ali dan kemudian melakukan
pemberontakan dan kekejaman-kekejaman. Yang menjadi sasaran pengkafiran tidak
hanya ‘Ali bi Abi Thalib sendiri, tapi juga Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, ‘Amru ibn
‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain yang mendukung mereka. Dalam
perkembangan selanjutnya mereka perdebatkan apakah ‘Ali hanya kafir atau
musyrik.
Untuk
mendukung pandangan mereka baik dalam aspek politik maupun teologi, mereka
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Misalnya ; kelompok al-Azariqah, tidak hanya
menyatakan ‘Ali kafir, tapi juga mengatakan ayat; Wa min an-nâsi man yu’jibuka
qauluhu fi al-hayâh ad-dunya wa yusyhidullah ‘ala mâ fi qalbihi wa huwa aladdu
al-khshâm) diturunkan Allah mengenai ‘Ali sedangkan tentang ‘Abdurrahman ibn
Muljam yang membunuh ‘Ali Allah menurunkan ayat (wa minannâsi man yasyri
nafsahu ibtighâa mardhâtillah). Mereka gampang sekali menggunakan ayat-ayat Al
Qur’an untuk menguatkan pendapat-pendapat mereka.
Yang
menarik kita teliti adalah, latar belakang apa yang menyebabkan mereka memiliki
pandangan seperti itu. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melakukan
analisis terhadap pengertian istilah Qurrâ’ atau Ahl al– Qurrâ’, sebutan mereka
sebelum menjadi Khawarij. Apakakah istilah itu berarti para
penghafal Al-Qur’an atau orang orang kampung. Kalau sekiranya yang benar adalah
yang pertama maka persoalannya adalah persoalan teologis murni (persoalan
intepretasi yang sempit dan picik), tapi kalau yang benar adalah yang kedua
persoalannya adalah persoalan sosial politik. Penulis kira inilah kata kunci
yang dapat membantu kita memahami latar belakang ekstremitas Khawarij.
Melihat pemahaman Khawarij yang dangkal dan literer terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka jadikan dalil membenarkan pandangan dan sikap
politik mereka, maka penulis lebih cenderung mengartikan istilah Qurrâ’ bukan
sebagai para penghafal Al-Qur’an, tetapi orang-orang desa. Nourouzzaman Shiddiqi, sejarawan Muslim
dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang pernah menulis paper tenang Khawarij
waktu studi di McGill University, Canada menyatakan bahwa Ahlu al-Qurrâ’ lebih
tepat diartikan sebagai ‘para penetap’ walaupun Ahl al-Qurrâ’ bisa juga berarti
para penghafal Al-Qur’an.
Uraian
yang panjang lebar dan agak memuaskan tentang pengertian istilah al-Qurrâ’
ditulis oleh Mahayadin Haji Yahaya dalam bukunya Sejarah Awal Perpecahan Umat
Islam (11-78 H/632-698 M) yang berasal dari disertasi doktor yang bersangkutan
di Exterter University, England dengan judul bahasa Inggris The Origins of The
Khawarij. Menurut Yahaya para sejarawan seperti Sayf, at-Thabary dan Ibn ‘Atsam
cenderung menafsirkan al-Qurrâ’ sebagai para penghafal Al-Qur’an. Kekeliruan
itu mungkin muncul terpegaruh dengan ucapan Sa’idi ibn ’Ash dalam sebuah
khutbah di Masjid besar di Kufah yang mengatakan; “Ahabbukum ilayya akramukum
li kitâbillah.
Istilah-istilah
lain yang dipakai oleh para sejarawan menunjukkan kelompok yang sama yang
melakukan pemberontakan di Kufah waktu itu adalah asyrâf, wujûh, sufahâ, rijâl
min qurâ’ ahli al-kufah, khyar ahli al-kufah, jama’ah ahli al kufah dan
lain-lain yang tidak satu pun yang menunjukkan makna penghafal-penghafal
Al-Qur’an. Tetapi yang jelas ialah bahwa al-Qurra’ itu ialah golongan manusia
di Kufah, atau sebagian dari golongan asyrâf, orang-orang kenamaan dan
pemimpin-pemimpin Kufah yang tinggal atau menguasai kampung-kampung di Irak dan
disifatkan sebagai orang-orang yang bodoh. Sebagian dari mereka ini telah
disingkirkan dari jabatan-jabatan penting dalam masa pemerintahan Khalifah
‘Utsman.
Sejalan
dengan itu Harun Nasution menulis bahwa kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari
orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang tandus membuat
mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati
serta berani, dan bersikap merdeka, mereka tetap bersikap bengis, suka
kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu
pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits, mereka artikan menurut lafaznya dan haus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh
karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam
pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit, ditambah
lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan
terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walau pun penyimpangan dalam bentuk
kecil. Di sinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij
terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta dapat pula dimengerti
tentang sikap mereka yang terus menerus mengadakan perlawanan terhadap
penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka.
Khawarij
tidak hanya mengkafirkan ‘Ali bn Abi Thalib tapi juga Kalifah ‘Utsman ibn
‘Affan mulai tahun ketujuh pemerintahannya. Pengkafiran terhadap ‘Utsman
(masalah teologis) juga berlatar belakang politik (kepentingan), tepatnya
masalah tanah-tanah Sawad yang luas di wilayah Sasaniyah yang ditinggalkan oleh
para pemiliknya. Di sekitar tanah yang ditinggalkannya itu, tulis Shaban,
konflik itu terpusatkan. Tanah-tanah itu tidak dibagi-bagi, tetapi dikelola
oleh kelompok Qurrâ’, dan penghasilannya dibagi-bagi antara para veteran perang
penaklukan terhadap wilayah tersebut. Kelompok Qurrâ’ itu menganggap diri
mereka sendiri hampir-hampir seperti pemilik sah atas kekayaan-kekayaan yang
sangat besar ini. ‘Utsman tidak berani menentang hak yang dirampas ini secara
terbuka, tetapi menggunakan pendekatan secara berangsur-angsur. Antara lain
‘Utsman menyatakan bahwa para veteran yang telah kembali ke Mekah dan Madinah
tidak lantas kehilangan hak-hakya atas tanah-tanah Sawad ini. Kelompok Qurrâ’
dalam jawabannya menegaskan bahwa tanpa kehadiran mereka secara
berkesinambungan di Iraq kekayaan-kekayaan ini sama sekali tidak akan pernah
terkumpulkan, dengan demikian membuktikan bahwa para veteran Kufah tidak
memiliki hak lebih besar atas tanah ini. Akibat dari pelaksanaan kebijaksanaan
‘Utsman itu kelompok Qurrâ’ belakangan mengetahui bahwa landasan kekuatan
ekonomi mereka sedang dihancurkan karena tanah-tanah mereka dibagi-bagi, tanpa
mempertimbangkan hak-hak mereka.
Sebagai
manifestasi perlawanan mereka pada ‘Utsman kelompok ini menghalang-halangi
kedatangan Sa’id ibn ‘Ash- Gubernur yang ditunjuk oleh ‘Utsman–memasuki Kufah.
Mereka memilih Abu Musa al-Asy’ary sebagai Gubernur dan memaksa ‘Utsman
mengakui tindakan kekerasan ini.
E.Beberapa prinsip Aliran-aliran
Khawarij
Prinsip-prinsip
yang disepakati aliran-aliran Khawarij, yaitu:
Pertama,
dan ini yang paling tegas, adalah pengangkatan khalifah akan sah hanya jika
berdasarkan pemilihan yang benar-benar bebas dan dilakukan oleh semua umat
Islam tanpa diskriminasi. Seorang Khalifah tetap pada jabatannya selama ia
berlaku adil, melaksanakan Syari’at, serta jauh dari kesalahan dan
penyelewengan. Jika ia menyimpang, ia wajib dijatuhkan dari jabatannya atau
dibunuh.
Kedua,
jabatan Khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu, bukan monopoli suku
Quraisy sebagaimana dianut golongan lain, bukan pula khusus untuk orang Arab
dengan menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa mempunyai hak yang sama.
Khawarij bahkan mengutamakan non-Quraisy untuk memegang jabatan Khalifah.
Ketiga,
yang berasal dari aliran Najdah, pengangkatan Khalifah tidak diperlukan jika
masyarakat dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka.jika masyarakat
berpendapat bahwa masalah mereka tidak dapat diselesaikan dengan tuntas tanpa
seorang imam (khalifah) yang dapat membimbing masyarakat ke jalan yang benar,
maka ia boleh di angkat.
Keempat,
orang yang berdosa adalah kafir. Mereka tidak membedakan antara satu dosa
dengan dosa yang lain, bahkan kesalahan dalam berpendapat merupakan dosa, jika
pendapat itu bertentangan.
F. Ide-ide Pemikiran aliran Khawarij
- Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak ada istilah damai untuk penentang Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah sesama orang Islam, tidak dengan orang kafir.
- Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir dan selamanya masuk neraka.
- Hak khalifah tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan orang Arab umumnya. Seorang khalifah harus dipilih oleh kaum Muslimin melalui pemilihan yang bebas. Khalifah yang taat kepada Tuhan wajib ditaati. Sebaliknya, khalifah yang mengingkari Tuhan dan umat yang durhaka kepada khilafah yang wajib ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
- Orang musyrik adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka. Orang musyrik itu halal darahnya. Nasib mereka bersama anak-anaknya akan kekal di neraka.
- Mereka menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah orang yang melawan mereka adalah dar al-harb. Karenanya, orang yang tinggal dalam wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun wanita, boleh dibunuh.
- Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
- Melakukan taqiyyah (menyembunyikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka terancam.
- Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
- Imam dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam hal kebenaran.
G. Aliran-aliran Khawarij
Kaum
khawarij terpecah belah menjadi beberapa golongan/aliran, diantaranya yaitu:
1.
Azariqah
Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq yang berasal
dari bani hanifah. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan
kepadanya mereka beri gelar Amir al-Mu’minin. Mereka merupakan pendukung
terkuat madzhab Khawarij yang paling banyak anggotanya dan paling terkemuka di
antara semua aliran madzhab ini. Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan
Irak dengan Iran.
- Prinsip yang membedakan aliran Azariqah dari aliran lain adalah:
1) Mereka memandang orang yang berbeda
pendapat dengan mereka tidak hanya bukan mu’min, tetapi juga musyrik, kekal
dineraka serta halal diperangi dan dibunuh.
2) Mereka berpendapat bahwa anak-anak
dari orang yang berbeda paham dengan Azariqah adalah kekal dineraka.
3) Dalam bidang fiqih, mereka tidak
mengakui adanya hokum rajam. Alas an mereka, dalam al-Qur’an tidak ditemukan
hukuman bagi pelaku zina kecuali hokum jild (cambuk seratus kali); tidak pula
dikenal dalam Sunnah Nabi.
Menurut
paham yang ekstrim ini hanya merekalah yang sebenarnya orang islam. Orang islam
yang di luar lingkungan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi. Oleh
karena itu kaum al-Azariqah, sebagai disebut Ibn Al-Hazm, selalu mengadakan
isti’rad yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinan seseorang. Siapa saja
yang mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongan al-Azariqah,
mereka dibunuh.
2.
Al-Muhakkimah
Golongan
khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan
al-Muhakkimah. Bagi mereka, Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr Ibn al-Ash dan
Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan
menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga
termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.
Berbuat
zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini
orang yang mengerjakan zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu
pula membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
3.
Najdah
Sekte
ini dinamakan al-Najdah karena dinisbatkan kepada pimpinan terpilihnya, yaitu
Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah di Arabia Tengah. Terpilihnya Najdah
sebagai pemimpin sekte ini tidak terlepas dari sumbangan Abu Fudaik dan
kawan-kawannya yang pada awalnya adalah pengikut al-Azraq dari sekte al-Zariqah
juga. Para pendiri sekte ini pergi meninggalkan al-Zariqah disebabkan karena
mereka tidak dapat menerima beberapa ajaran yang ekstrem dari al-Zariqah. Di
antaranya tentang orang yang tidak mau berhijrah ke lingkungan al-Zariqah
adalah musyrik. Dan ajaran yang membolehkan membunuh anak dan isteri
orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka.
Bagi
mereka orang yang tidak secara aktif mendukung mereka tidaklah dianggap kafir,
tetapi hanya sekedar munafik. Mereka memberikan wewenang kepada anggotanya
untuk hidup di wilayah lain, sekalipun di luar wilayah kekuasaan Khawarij.
Mereka membolehkan anggotanya untuk melakukan taqiyah (yaitu suatu sikap yang
menyembunyikan pandangan ke-Najdahannya).
Penganut
aliran Najdah berpendapat bahwa mengangkat imam bukan wajib karena syari’at
telah menggariskannya, tetapi karena kemaslahatan. Dengan kata lain, jika kaum
muslimin telah dapat saling mengingatkan tentang kebenaran dan melaksanakannya,
maka mereka tidak membutuhkan adanya imam (khalifah).
4.
Shafriyyah
Penamaan
sekte ini juga dinisbatkan kepada tokoh utamanya, yaitu Zaid Ibn al-Asfar.
Aliran ini juga dianggap ekstrem seperti al-Zariqah. Di antara
pendapat-pendapat mereka juga ada yang terkesan lebih lunak terutama untuk
hal-hal berikut ini:
1) Orang Sufriah yang tidak berhijrah
tidaklah dipandang kafir.
2) Mereka tidak sependapat dengan
pendapat yang boleh membunuh anak-anak orang kafir (musrik).
3) Mereka membagi dosa besar menjadi
dua, yaitu:
a. Dosa besar yang ada sangsinya di
dunia seperti berzina, membunuh, dan mencuri.
b. Dosa besar yang tidak ada sangsinya
di dunia seperti meninggalkan shalat dan puasa.
4) Cakupan dar al-harb (daerah yang
harus diperangi) juga dibatasi.
5) Kufr tidaklah selamanya keluar dari
agama Islam.
6) Taqiyah hanya boleh dalam bentuk
perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
7) Untuk keamanan diri, seorang wanita
muslim boleh kawin dengan satu lelaki kafir, di daerah bukan Islam.
5.
Ajaridah
Aliran
ini dipimpin oleh Abdul Karim ibn Ajrad, salah seorang pengikut Athiyyah ibn
al-Aswad al- Hanafi yang keluar dari aliran Najdah bersama beberapa pengikutnya
dan pergi ke Sijistan. Karena mereka merupakan pecahan dari aliran Najdah, maka
banyak paham mereka yang berdekatan dengan paham aliran Najdah.
Diantara
pendapat mereka ialah boleh mengangkat seseorang menjadi pemimpin jika
diketahui bahwa orang tersebut adalah penganut Khawarij yang bertakwa walaupun
ia tidak turut perang. Dalam hal ini pandangan mereka berbeda dengan pandangan
aliran Azariqah yang mewajibkan jihad secara terus menerus. Menurut mereka
berhijrah hanya merupakan kebajikan.
Selanjutnya
kaum Ajaridah ini mempunyai paham puritanisme. Surat Yusuf dalam al-Qur’an
membawa cerita cinta dan al-Qur’an, sebagai kitab suci, kata mereka, tidak
mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu mereka tidak mengakui surat
Yusuf sebagai bagian dari al-Qur’an.
Sebagai
golongan Khawarij lain, golongan Ajaridah ini juga terpecah belah menjadi
golongan-golongan kecil, ini disebabkan adanya perbedaan pendapat disekitar
masalah daya yang terdapat didalam diri manusia dan masalah status anak-anak
dari orang yang berbeda paham dengan mereka. Perdebatan yang terjadi diantara
mereka biasanya bermula dari hal-hal kecil, kemudian meluas kepada
masalah-masalah yang lebih besar, dan akhirnya menimbulkan perpecahan ke dalam
banyak kelompok. Diantara mereka, yaitu golongan al-Maimuniah, menganut paham
qadariyah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari
kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Golongan al-Hamziah juga mempunyai paham
yang sama. Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut paham
sebaliknya. Bagi mereka tuhanlah yang yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
manusia. Manusia tidak dapat menentang kehendak Allah.
6.
Ibadhiyyah
Sekte
ini juga dinisbatkan kepada pimpinannya, yaitu ‘Abdullah Ibn Ibad. Sebelumnya,
Ibn Ibad adalah pengikut al-Zariqah. Karena tidak bisa menerima
pendapat-pendapat ekstrem al-Zariqah, maka ia kemudian memisahkan diri dari
kelompok ekstrem itu. Aliran Ibadhiyyah merupakan penganut paham khawarij yang
paling moderat, adil dan luwes.
Sebagian
pendapat fiqih mereka diadopsi oleh perundang-undangan Mesir, khususnya dalam
masalah kewarisan, yaitu tentang pewarisan karena memerdekakan seseorang.
Beberapa
pendapat mereka yang menonjol ialah:
1) Orang yang tidak sepaham dengan
mereka bukanlah mukmin dan bukanlah musrik, tetapi kafir, yaitu kafir akan
nikmat, bukan kafir dalam keyakinan, karena orang tersebut tidak mengingkari
adanya Allah, tetapi hanya lengah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2) Daerah orang Islam yang tidak
sepaham dengan mereka bukanlah dar al-harb, tetapi tetap dar al-tauhid.
3) Pelaku dosa besar masih tetap
muwahhid, yaitu orang yang meng-Esa-kan Tuhan.
4) Yang boleh dirampas dalam perang
hanyalah kuda, senjata, dan perlengkapan perang lainnya.
5) Aliran-aliran yang dipandang keluar
dari Islam
7.
Yazidiyah
Aliran
ini semula adalah pengikut aliran al-Ibadiah, tetapi kemudian berpendapat bahwa
Allah akan mengutus seorang rasul dari kalangan luar Arab yang akan diberi
kitab yang akan menggantikan syari’at Muhammad.
8.
Maimuniyah
Aliran
ini dipimpin oleh Maimun al-Ajradi. Aliran ini membolehkan seseorang menikahi
cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki dan anak perempuan dari saudara
laki-laki dan saudara perempuan. Mereka juga mengingkari surat Yusuf dalam
al-Qur’an dan tidak mengakuinya sebagai bagian dari al-Qur’an, karena menurut
mereka surah itu berisi kisah porno, sehingga tidak pantas dinisbahkan kepada
Allah. Dengan pendapat itu mereka sebenarnya telah mencela Allah karena
keyakinan mereka yang salah.
H. Sifat‑sifat Khawarij
1)
Mencela
dan Menyesatkan
Orang‑orang
Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat Muslim lain, bahkan Rasul
saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian ghanimah. Kalau terhadap Rasul
sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar itu, apalagi terhadap Muslim yang
lainnya, tentu dengan mudahnya mereka menganggap kafir. Mereka mengkafirkan
Ali, Muawiyah, dan sahabat yang lain. Fenomena ini sekarang banyak bermunculan.
Efek dari mudahnya mereka saling mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah
pecah disebabkan kesalahan kecil yang mereka perbuat.
2)
Buruk
Sangka
Fenomena
sejarah membuktikan bahwa orang‑orang Khawarij adalah kaum yang paling mudah
berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada Rasulullah saw. bahwa beliau
tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan menuduh Rasulullah saw. tidak
mencari ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar menanyakan cara dan tujuan
Rasulullah saw. melebihkan pembesar‑pembesar dibanding yang lainnya. Padahal
itu dilakukan Rasulullah saw. dalam rangka dakwah dan ta’liful qulub. Mereka
juga menuduh Utsman sebagai nepotis dan menuduh Ali tidak mempunyai visi
kepemimpinan yang jelas.
3)
Berlebih‑lebihan
dalam ibadah
Ini
dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah orang yang sangat
sederhana, pakaian mereka sampai terlihat serat‑seratnya karena cuma satu dan
sering dicuci, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat mereka hitam
karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka ‘kapalan’. Mereka disebut quro’
karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan lama. Bahkan Rasulullah saw. sendiri
membandingkan ibadah orang‑orang Khawarij dengan sahabat yang lainnya, termasuk
Umar bin Khattab, masih tidak ada apa‑apanya, apalagi kalau dibandingkan dengan
kita. Ini menunjukkan betapa sangat berlebih‑lebihannya ibadah mereka. Karena
itu mereka menganggap ibadah kaum yang lain belum ada apa-apanya.
4)
Keras
terhadap sesama Muslim dan memudahkan yang lainnya
Hadits
Rasulullah saw. menyebutkan bahwa mereka mudah membunuh orang Islam, tetapi
membiarkan penyembah berhala. Ibnu Abdil Bar meriwayatkan, “Ketika Abdullah bin
Habbab bin Al‑Art berjalan dengan isterinya bertemu dengan orang Khawarij dan
mereka meminta kepada Abdullah untuk menyampaikan hadits‑hadits yang didengar
dari Rasulullah saw., kemudian Abdullah menyampaikan hadits tentang terjadinya
fitnah,
“Yang duduk pada waktu itu lebih
baik dari yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari yang berjalan….”
Mereka
bertanya, “Apakah Anda mendengar ini dari Rasulullah?” “Ya,” jawab Abdullah.
Maka serta-merta mereka langsung memenggal Abdullah. Dan isterinya dibunuh
dengan mengeluarkan janin dari perutnya.
Di
sisi lain tatkala mereka di kebun kurma dan ada satu biji kurma yang jatuh
kemudian salah seorang dari mereka memakannya, tetapi setelah yang lain
mengingatkan bahwa kurma itu bukan miliknya, langsung saja orang itu
memuntahkan kurma yang dimakannya. Dan ketika mereka di Kuffah melihat babi
langsung mereka bunuh, tapi setelah diingatkan bahwa babi itu milik orang kafir
ahli dzimmah, langsung saja yang membunuh babi tadi mencari orang yang
mempunyai babi tersebut, meminta maaf dan membayar tebusan.
5)
Sedikit
pengalamannya
Hal
ini digambarkan dalam hadits bahwa orang‑orang Khawarij umurnya masih muda‑muda
yang hanya mempunyai bekal semangat.
6) Sedikit
pemahamannya
Disebutkan
dalam hadits dengan sebutan Sufahaa-ul ahlaam (orang bodoh), berdakwah pada
manusia untuk mengamalkan Al‑Qur’an dan kembali padanya, tetapi mereka sendiri
tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya. Merasa bahwa Al‑Qur’an akan
menolongnya di akhirat, padahal sebaliknya akan membahayakannya.
7) Nilai
Khawarij
Orang‑orang
Khawarij keluar dari Islam sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw., “Mereka
keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.”
8) Fenomena
Khawarij
Mereka akan senantiasa ada sampai hari kiamat. “Mereka akan senantiasa keluar
sampai yang terakhir keluar bersama Al‑Masih Ad‑Dajjal”
9) Kedudukan
Khawarij
Kedudukan
mereka sangat rendah. Di dunia disebut sebagai seburuk-buruk makhluk dan di
akhirat disebut sebagai anjing neraka.
10)
Sikap terhadap Khawarij
Rasulullah
saw. menyuruh kita untuk membunuh jika menjumpai mereka. “Jika engkau
bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka.”
I. Komentar
Keimanan
yang kuat yang sangat mengedepankan agama. Namun tidak diikuti dengan amalan
yang baik. Sikap saling tuduh “KAFIR” terhadap sesama orang muslim. Padahal di
al-Quran dijelaskan bahwa orang yang menjuluki saudaranya kafir maka
sesungguhnya dialah yang zalim. Pemikiran khawarij yang mengagungkan
kelompoknya dimana tidak seorang pun selain kelompoknya yang beragama Islam.
Saya
tidak sependapat dengan pemikiran-pemikiran kelompok ini, mengenai anak orang
kafir yang kemudian dihukumi kafir, padahal seorang anak yang lahir oleh Islam
masih dihukumi fitrah tanpa dosa sedikit pun. Sangat tidak mungkin jika kita
melakukan kesalahan kecil maka dihukumi dosa besar dan yang orang yang
melakukan dosa besar akan kekal di neraka. Ketidaksetujuan pemikiran tentang
landasan hukum yang tidak mempercayai as-Sunnah, padahal Nabi menganjurkan agar
tidak tersesat dalam menetapkan hokum Islam harus menggunakan As-Sunnah.