Alkisah,
Raja Cina dengan Raja Rom hendak menjodohkan anak-anak mereka. Rencana itu
diketahui oleh Burung Geroda, seekor burung sakti anak cucu Maharaja Dewata
yang tidak ingin melihat dua manusia elok itu bersatu, dan beranggapan bahwa
mereka tidak semestinya berjodoh karena jauhnya jarak kedua kerajaan itu.
Lalu Burung Geroda itu berupaya menggagalkan rencana tersebut dengan menculik
tuan putri, anak raja Cina, setelah sebelumnya menghadap Nabi Sulaiman. Tuan
putri yang diculik disembunyikan di Pulai Langkapuri. Demi
menuntaskan tujuannya, Burung Geroda juga memporakporandakan rombongan kapal
Raja Merong Mahawangsa, raja paling sakti dibandingkan raja-raja lainnya, yang
hendak mengantarkan anak Raja Rom untuk dipertemukan kepada tuan putri, anak
Raja Cina. sedangkan anak raja Rom diserang hingga seluruh awak kapalnya jatuh
ke laut. Namun, ternyata anak
raja Rom selamat dan terdampar di Pulau Langkapuri. Setelah
terdampar, ia diselamatkan oleh tuan putri. Hari demi hari dirawatnya anak raja
Rom itu hingga badannya pulih kembali. Mulailah cinta kasih mereka bersemai.
Sementara itu, Burung Geroda telah diminta untuk
membuktikan ucapannya kepada Nabi Sulaiman tentang kabar kematian anak raja
Rom. Maka, dibawanya peti yang dikiranya hanya berisi tuan putri beserta dua
inangnya untuk dihadapkan kepada Nabi Sulaiman. Burung Geroda tidak mengetahui
bahwa anak raja Rom itu juga turut masuk ke dalam peti. Ketika peti terbuka,
didapatinya 4 manusia, bukan 3 manusia seperti yang ia sangkakan. Seketika itu,
bersabdalah Nabi Sulaiman: bahwa ada empat perkara yang tidak dapat dielakkan
manusia, yaitu, (1) rejeki, (2), maut, (3) jodoh, (4) perceraian. Lalu, dua
anak raja ini kemudian diantar oleh Raja Jin bernama Harman Syah, salah satu
pengikut Nabi Sulaiman, kepada raja Benua Cina. Mereka kemudian dinikahkan oleh
raja Benua Cina.
Pendirian Negeri Kedah oleh Raja Merong Mahawangsa,
disusul dengan pembukaan tiga negeri di sekitar Kedah oleh anak keturunannya,
yaitu Negeri Benua Siam, Negeri Perak, serta Negeri Patani. Raja Merong
Mahawangsa dikisahkan memiliki seorang anak bernama Raja Merong Mahadipusat
yang memiliki empat orang anak. Anak laki-laki pertama mendirikan Negeri Benua
Siam, anak laki-laki kedua mendirikan Negeri Perak, dan anak ketiga, seorang
perempuan, mendirikan Negeri Patani. Anak keempat (laki-laki) konon
menggantikan Raja Merong Mahadipusat menjadi raja Kedah dan bergelar Raja Seri
Mahawangsa. Terdapat pula cerita tentang Raja Bersiung alias Raja Ong Maha
Perita Deria, anak keturunan Merong Mahawangsa atau Raja Kedah kelima yang gemar
memakan darah hati manusia.
Mengenai pembukaan negeri-negeri di tanah seberang,
Raja Merong Mahawangsa pernah berkata kepada anaknya, Raja Merong Mahapudisat,
agar anak keturunannya kelak mengembangkan kekuasaan negeri itu dengan
mendirikan kerajaan di wilayah-wilayah yang baru. Kisah
itu kemudian berlanjut dengan merantaunya anak-anak Raja Merong Mahapudisat ke
daerah-daerah baru dan mendirikan kerajaan baru di atasnya. Negeri Siam
didirikan oleh anak Raja Merong Mahapudisat yang tertua. Demikian pula yang dilakukan anak kedua
dari Raja Merong Mahadipusat, ia disuruh merantau ke arah selatan oleh Raja
Merong Mahadipusat sesuai titah ayahnya, Raja Merong Mahawangsa, agar mencari
tempat yang dapat dibangun kerajaan di atasnya. Tatkala sampai di dekat sungai
besar yang airnya terus mengalir menuju ke laut dengan pemandangan pulau yang
indah.
Akan halnya dengan Kerajaan Patani, kerajaan ini
didirikan oleh anak perempuan Raja Merong Mahadipusat. Oleh Raja Merong
Mahadipusat, anak perempuannya itu diberikan seekor gajah sakti bernama Gemala
Johari dan sebilah keris sakti bernama Lela Mesani. Konon kisahnya, keris itu
sangat ditakuti oleh musuhnya. Mata keris itu menyala-nyala, dan siapa pun tak
akan berani menatapnya.Rombongan raja perempuan itu berhenti di suatu tempat
yang tanahnya rata, dekat dengan laut dan sungai besar yang bermuara ke laut.
Di sinilah tempat didirikannya Kerajaan Patani oleh anak perempuan Raja Merong
Mahadipusat.
Setelah raja Kedah kedua, Raja Merong Mahapudisat meninggal
dunia, beliau digantikan oleh anak keempatnya, Raja Seri Mahawangsa. Raja Seri
Mahawangsa kemudian digantikan oleh anak laki-lakinya yang bernama Raja Seri
Maha Inderawangsa yang beranakkan Raja Ong Maha Perita Deria. Raja Ong Maha
Perita Deria inilah yang terkenal dengan sebutan Raja Bersiung. Konon kisahnya,
julukan tersebut disebabkan kelakuannya yang tidak adil terhadap rakyatnya,
suka menganiaya, serta membunuh satu orang setiap harinya untuk disantap
darahnya. Raja Bersiung adalah sosok raja yang keras kepala. Ia tidak mau
mentaati nasehat yang diberikan oleh menteri-menterinya. Perilakunya sangat
jauh berbeda dari perangai raja-raja sebelumnya. Namun,
menurut pada asal-usul Raja Bersiung, pada dasarnya ia merupakan hasil
perkawinan yang tidak disetujui karena perbedaan kelas dan status sosial.
Aturan kerajaan menetapkan bahwa raja harus menikah dengan perempuan yang
memiliki kelas yang sama. Ketika itu, ayahanda Raja Bersiung, Raja Seri
Inderawangsa menentang aturan tersebut. Disinilah berlaku hukum karma bila raja
menentang aturan itu, sehingga lahirlah anaknya yang memiliki perangai buruk
dan memiliki taring.
Akan halnya dengan perilakunya yang suka menyantap
darah manusia, berawal dari kegemarannya memakan tumis gulai lecek dari bayam.
Kala itu, jari sang juru masak teriris oleh pisau pada saat membumbui sayur itu, dan darahnya sempat menetes ke dalam
racikan tumisan yang dibuatnya. Namun, bukannya beraroma anyir darah, tumis
gulai itu justru menjadi lebih lezat menurut selera Raja Bersiung. Maka, sejak
itulah ia selalu meminta tumis gulai lecek berbumbu darah dengan mengorbankan
satu orang manusia setiap harinya. Usai
bersantap, Raja Bersiung memanggil sang juru masak sembari mengacungkan pedang
dan bertanya hal apakah yang menjadikan gulai lecek tersebut lebih lezat dari
biasanya. Karena ketakutan, sang juru masak mengatakan hal yang sebenarnya
terjadi. Sejak saat itulah, Raja
Bersiung ini selalu meminta darah manusia untuk dicampurkan ke dalam
masakannya.
Akibat perangai buruknya dan nasehat keempat menteri
tidak didengarkannya, maka terjadilah pergolakan di dalam negeri. Kondisi
tersebut terjadi akibat sabotase dari keempat menteri yang sengaja melawan raja
dengan mengerahkan seluruh rakyat untuk menentang Raja Bersiung. Hal itu
menjadikan Raja Bersiung melarikan diri ke dalam hutan. Pelarian tersebut
berakhir tatkala ia tiba di sebuah keluarga yang tidak mengetahui identitasnya
dan menerimanya sebagai menantunya, karena ia memperistri salah seorang
anaknya. Hasil perkawinan itu membuahkan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki
inilah yang kelak menggantikannya menjadi raja karena dengan istri sebelumnya,
Raja Bersiung tidak memiliki seorang anak pun. Anak ini diberi nama Raja Phra
Ong Mahaputisat. Nama ini diberi oleh Raja Benua Siam, negeri yang masih
memiliki ikatan saudara.
Semasa Raja Phra Ong Mahaputisat memerintah, Negeri
Kedah digambarkan menjadi makmur dan aman sentosa. Sifatnya yang adil dan
pemurah sangat jauh berbeda dengan sifat ayahnya, Raja Bersiung. Raja Phra Ong Mahaputisat memiliki
seorang anak bernama Raja Phra Ong Mahawangsa. Dikisahkan pula tentang dua anak
angkatnya, Raja Buluh Betung yang muncul tiba-tiba dari pohon buluh betung,
serta Putri Seluang yang ditemukan oleh istri Raja Bersiung saat datang banjir
air bah. Keduanya kemudian dijadikan anak dan menjadi saudara bagi Raja Phra
Ong Mahawangsa. Raja
Phra Ong Mahaputisat meninggal dunia dan digantikan oleh anak kandungnya, Raja
Phra Ong Mahawangsa. Konon, Raja Phra Ong Mawahangsa memiliki kegemaran meminum
arak dan arak nasi. Kegemaran tersebut menjadikannya kebal terhadap segala
penyakit. Namun, hanya pada waktu-waktu tertentu saja ia meminumnya, sehingga
tidak mabuk.
Awal mula masuknya Islam di Negeri Kedah, yang
dibawa oleh Syeh Abdullah Yamani dari Baghdad. Alkisah, Syek Abdullah Yamani ini
adalah seorang hafidz Qur‘an (penghafal Qur‘an), sehingga kemana pun ia pergi,
mulutnya senantiasa melafalkan ayat-ayat Allah. Suatu ketika, tertarik dengan
iblis saat ia membaca sebuah kitab tafsir Qur‘an. Maka, ia pun menghadap
gurunya dan memohon untuk bertemu dengan iblis dan menjadi muridnya. Keinginan
itu dikabulkan oleh gurunya, setelah sebelumnya memperingatkan bahwa segala
amal ibadahnya akan sia-sia dan ia akan berada di atas jalan yang sesat. Karena
keingintauan yang besar, Syek Abdullah Yamani tetap bersikeras pada
keinginannya. Maka jadilah ia murid iblis itu.Oleh sang iblis, ia diberi
tongkat yang mampu menghilangkan wujudnya di dunia. Ia kemudian ikut
berkeliling dunia dengan iblis tersebut, melihat bagaimana sang iblis
memporakporandakan dunia dan menjadikan manusia berada di jalan yang sesat.
Sepanjang perjalanan mereka, iblis itu tak henti-hentinya mengobarkan
kekacauan. Setiap kali iblis lewat, maka muncullah perkelahian, pembunuhan, dan
kekacauan lain yang sengaja dibuatnya akibat bisikan-bisikan iblis dan
pengikutnya ke dalam hati manusia.
Demikianlah iblis mengganggu manusia, menyuruh
berbuat dosa. Hingga suatu ketika, sampailah iblis itu di Negeri Kedah, tempat
Raja Phra Ong Mahawangsa bernaung. Tahu akan kegemaran sang raja yang suka
minum arak, maka diisilah cawan raja itu dengan air kencingnya. Seketika itu,
Syekh Abdullah Yamani menegur perilaku iblis itu. Teguran itu mengakhiri
petualangannya berguru dengan iblis, karena sebelumnya iblis telah memintanya
untuk tidak menegur segala perbuatannya terhadap manusia. Maka, putuslah
hubungan keduanya, dan diambilnya tongkat ajaib yang mampu menghilangkan wujud
Syekh itu, sehingga terlihatlah sosok Syekh Abdullah Yamani di kamar raja.
Keduanya kemudian bercakap-cakap, dan Syekh Abdullah
mulai mengenalkan agama Islam dan mengislamkan Raja Phra Ong Mahawangsa saat
itu juga. Sejak saat itu, Syekh Abdullah Yamani menjadi muballigh di Negeri
Kedah, yang mengislamkan Raja Phra Ong Mahawangsa dan segenap rakyatnya. Raja
kemudian berganti nama menjadi Sultan Muzalfal Syah. Syekh Abdullah juga
mengajak raja dan rakyatnya melakukan sholat lima waktu, sholat jumat, serta
membayar zakat. Raja juga memerintahkan rakyatnya untuk membangun masjid-masjid
dan menyuruh mereka berguru kepada Syekh Abdullah, hingga hampir semua
rakyatnya menganut Islam dan menjalankan syariat agama Islam sepenuhnya. Saat
itu, Sultan Muzalfah Syah memiliki tida orang putera, yang diberi nama Islam,
yaitu Raja Muazzam Syah, Raja Mahmud Syah, serta Raja Sulaiman Syah. Ketiganya juga
berguru kepada Syekh Abdullah Yamani dalam memahami Islam. Setelah lama di
Negeri Kedah, Syekh Abdullah kembali ke Baghdad. Silsilah
raja-raja Kedah setelah Sultan Muzalfal Syah. Kisah ini diawali dengan
pulangnya Syekh Abdullah Yamani ke negeri Baghdad untuk bertemu gurunya dan
menceritakan petualangannya hingga mengislamkan raja beserta rakyatnya di
negeri Kedah. Kisah dalam
hikayat ini diakhiri dengan menguraikan silsilah raja-raja Kedah keturunan
Sultan Muzalfah Syah, secara berturut-turut, Sultan Muazzam Syah, Sultan
Muhammad Syah, Sultan Muzaffar Syah, Sultan Mahmud Syah, Sultan Sulaiman Syah,
Sultan Rijaluddin Mhammad Syah (alias Marhum Naka), Sultan Muhyidin Mansyur
Syah (Marhum Sena), Sultan Ziauddin Mukarram Syah (Marhum Ilir atau Kebalai), Sultan
Ataullah Muhammad Syah (Marhum Bukit Pinang), Sultan Muhammad Jiwa Zainul
Adilin Muazzam Syah (Marhum Kayangan), Sultan Abdullah al-Mukarram Syah (Marhum
Muda Bukit Pinang), Sultan Muhammad Jiwa Zainul Adilin Muazzam Syah (Marhum
Muda Kayangan), serta Sultan Ahmad Tajuddin Halim Syah.
0 comments:
Post a Comment