Terdapat tradisi yang unik, mengesankan, dan agak sulit kita temukan di tempat selain di Madura atau paling tidak di masyarakat Madura. Tradisi tersebut adalah budaya Ater-ater. Ater-ater ini adalah sebentuk tradisi masyarakat Madura terutama di pedalaman dan grass root yang paling banyak ditemui ketika ada hajatan, selametan dalam segala macamnya, hari raya keagamaan, tasyakuran, dan lain sebaginya. Hari keagamaan disini berupa hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, hari raya Ketupat, Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’Mi;raj, Sa’banan (tanggal 15 bulan Sa’ban), malam 21 dan 27 pada bulan Ramadhan, dan peringatan hari-hari tertentu orang yang telah meninggal (malam ke 3, 7, 40 hari, 100 hari, tahunan, dan 1000 hari). Sedangkan mengenai macam-macam hajatan atau selamatan itu sendiri berupa acara pernikahan, acara lamaran, tasyakuran hasil panen, selamatan wanita yang baru hamil pertama kali (ketika umur 7 bulan), Asyuroan (biasanya masyarakat Madura ketika masuk bulan Asyuro mengadakan selamatan dengan membuat bubur khas Madura), selamatan bulan Safar (masyarakat Madura mengadakan selamatan dengan membuat bubur merah), dan banyak lagi yang lainnya. Bahkan, ada pula yang rutin setiap minggu pada malam Jum’at. Hanya saja biasanya banyak dilakukan kepada guru ngaji dan sebagainya.
Kegiatan ater-ater ini diaplikasikan
dengan menghantarkan barang (terutama makanan) pada sanak keluarga atau
tetangga yang ada di sekitar. Namun tidak jarang tradisi ini juga dilakukan dan
tujukan pada sanak saudara yang jauh.
Bagi kalangan masyarakat Madura,
ater-ater merupakan tradisi yang telah turun-temurun. Hal ini dilakukan untuk
menyambung dan mempererat tali silaturrahmi antar keluarga atau tetangga.
Budaya tersebut sudah turun temurun warisan dari nenek moyang yang sampai saat
ini tetap dilestarikan oleh generasi muda. Ter-Ater itu yakni saling tukar atau
mengantarkan nasi lebaran ke sanak famili atau kepada tetangga baik yang dekat
maupun yang jauh yang diyakini akan memperlancar rejeki serta memperpanjang
usia dan di jauhkan dari mara bahaya.
Budaya Ter-Ater nasi lebaran yang diantarkan
lengkap dengan ikan dan lauk serta kuahnya. Budaya itu di lakukan saat
menyambut lebaran Idul Fitri yang menandakan ke akraban sesama tetangga dan
famili untuk saling bersilaturahmi, serta tanda syukur telah dapat menjalankan
ibadah puasa satu bulan penuh. Adat istiadat tersebut selain tanda syukur sudah
mejalankan puasa satu bulan penuh, juga diyakini memperpanjang usia dan akan
memperlancar rejeki hingga bulan puasa tiba kembali. Kepercayaan orang Madura
perlunya melestarikan budaya itu, karena akan memperlancar rejeki dan akan
panjang usia.
Barang yang dibawa sebagai oleh-oleh
bagi yang dikunjungi berupa makanan yang siap saji, seperti nasi putih berserta
lauk daging sapi, kambing, ayam, lengkap dengan kue dengan berbagai macam
jenisnya. Jajanan, nasi, dan lauk pauk tersebut disimpan dalam wadah khusus,
semacam termos untuk piknik. Lalu dijinjing dibawa ke tempat saudara atau
tetangga yang akan dikun jungi.
Makanan siap saji dan tidak tahan
lama tersebut biasa dibawa pada saudara atau tetangga dekat. Jika yang hendak
dikunjungi atau diater-ater adalah keluarga yang letaknya jauh, barang
bawaannya biasanya barang yang tidak mudah basi tapi unik. Hanya bisa didapat
di tempat-tempat tertentu.
Budaya atau tradisi ater-ater ini
dikalangan masyarakat Madura juga dikenal dengan istilah Rebba. Dan ini
tidak hanya dilakukan kepada para kerabat, dan sanak famili saja, tapi juga
kepada sesepuh desa, guru ngaji dan pengasuh pondok pesantren atau kyai.
Ter-ater untuk kyai pengasuh pondok
pesantren, bukan hanya berupa makanan, tapi bisa juga berupa hasil bumi.
Seperti jagung, padi, ketela pohon, dan berbagai jenis buah-buahan yang menjadi
hasil pertanian mereka. Setiap panen, baik panen jagung ataupun padi, pasti
disisihkan khusus untuk kyai dan guru ngaji anak-anak dari masyarakat itu
sendiri
Di bulan suci Ramadhan, tradisi
saling mengantar makanan, atau ter-ater biasanya pada malam pertama
puasa dan pertengahan bulan puasa, yakni mulai tanggal 17 Ramadhan hingga hari
raya Idul Fitri.
Pada malam pertama Ramadhan
dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan dalam menyambut datangnya bulan yang penuh
berkah dan ampunan Allah. Sedang pada tanggal 17 Ramadhan hingga hari raya Idul
Fitri diharapkan akan mendapat berkah malam lailatur-qodar, dimana sebagian
ulama mempercayai bahwa malam lailatul-qodar mulai tanggal 17 Ramadhan hingga
hari raya Idul Fitri pada malam ganjil. Seperti malam tanggal 17, 19, 21,
tanggal 23, 25, 27 hingga 29 Ramadan.
Sebagai salah satu dari elemen
budaya masyarakat Madura, ater-ater dapat dijadikan sebuah teropong atau
sekeping cermin yang dapat menggambarkan identitas dan karakter masya rakat
Madura.Namun tradisi ini sering luput dari
perhatian para peneliti. Mungkin saja tradisi ini dianggap cukup sepele dan
biasa-biasa saja. Padahal, ater -ater ini adalah salah satu kegiatan atau
ritual budaya yang membuat banyak orang menyimpulkan bahwa masyarakat Madura
adalah masyarakat yang ramah, dermawan, komunikatif, baik hati, dan memiliki
solidaritas yang tinggi pada sesama.
Pada momen hari raya keagamaan
seperti lebaran, ater-ater ini menemukan momennya yang cukup signifikan.
Hampir setiap orang masyarakat Madura melakukannya. Mereka tidak sekedar pergi
bertamu untuk bersalam-salaman dan bermaaf-maafan. Mereka tidak lupa membawa
sesuatu yang mereka makan di rumahnya.
Pada momen lebaran, ater-ater
biasanya didominasi oleh mereka yang sedang bertunangan. Rasanya tidak pas jika
ater-ater pada sanak saudara di hari raya, jika tidak bersama-sama tunangan.
Tidak jarang, budaya ater-ater ini dijadikan wahana bagi seseorang untuk
memperkenalkan tunangannya pada tetangga atau keluarganya yang lain. Selain itu
kebanyakan para pasangan suami istri muda yang baru nikah juga memanfaatkan
momen-momen tertentu atau hari-hari tertentu tersebut di atas untuk
memperkenalkan sekaligus mempamerkan pasangannya dengan cara ater-ater makanan
atau jajanan kue kepada para sanak keluarganya baik yang dekat maupun yang
jauh.
0 comments:
Post a Comment